Fakta Sejarah Kelam dan Dampak Buruk faham Nasionalisme terhadap Umat IslamPertama: Memecah belah umat. Barat menyadari betul, selama umat Islam bersatu dengan ikatan akidah Islam dan tersemai dalam institusi pemersatu umat, yakni Khilafah Islamiyah, maka kaum Muslim tetap kuat. Mereka tahu jika Islam bersatu maka Islam tak bisa dikalahkan. Karena itu mereka begitu massif menyebarkan pemikiran-pemikiran berbisa—salah satunya nasionalisme, red.—dalam rangka terus-menerus merongrong kekuatan umat Islam.
Di Jazirah Arab, menjelang akhir Abad 19 dibentuk persekutuan-persekutuan rahasia untuk mendorong nasionalisme Arab. Melalui propaganda sesat, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, seperti di Syria dan Libanon. Mereka menuding Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab dan melanggar syariah Islam.
Meski sempat mendapat pertentangan keras dari kaum ideologis, gerakan ini banyak mendapat respon positif dari bangsa Arab sendiri. Terbukti dengan banyaknya gerakan ini di negara-negara Arab, di antaranya di Syria muncul beberapa gerakan nasionalisme Arab seperti, al-Jam’iyyah as-Suriyah dan al-Jam’iyah as-Sariyah (tahun 1912). Di Beirut, Damaskus, Halb, Baghdad, Bashrah dan Mousil muncul al-Jamiyat al-Islahiyah, yang beranggotakan campuran orang Muslim dan Nasrani, dan muncul gerakan-gerakan nasionalisme di negara Eropa yang dipelopori oleh para pemuda Arab.
Racun nasionalisme akhirnya benar-benar menjalar ke tengah kaum Muslim ketika pada tahun 1916 Inggris melalui seorang agennya Sharif Hussein dari Makkah melancarkan Pemberontakan Arab terhadap Khilafah Usmani di Turki. Pemberontakan ini sukses memisahkan Tanah Arab dari Khilafah dan kemudian menempatkan tanah itu di bawah mandat Inggris dan Prancis.
Pada saat yang sama, di Turki (1889) para jurnalis, penulis, penerbit dan agiator yang menimba ilmu di Paris di membentuk sebuah gerakan bernama Turki Muda. Para tokoh dalam gerakan ini seperti Mustafa Kemal Attaturk, Gokalp, maupun Ahmad Ridha, kemudian menyebarkan paham sesat sekularisme dan nasionalisme. Akhirnya, Khilafah Islam (1924) sebagai perisai kemuliaan umat Islam itu diruntuhkan. (Erik J. Zurcher,Sejarah Modern Turki).
Kedua: Menyuburkan berbagai konflik.
Akibat paham nasionalisme diemban oleh kaum Muslim, Negara Islam yang sebelumnya bernaung di bawah panji tauhid Khilafah Islamiyah akhirnya dipecah-pecah menjadi sekitar 70 negeri-negeri kecil yang satu sama lain saling bersengketa. Negara serumpun Indonesia-Malaysia sejak 1961 tak luput dari sengketa. Semua itu berakar dari perebutan wilayah teritorial hingga tema kebudayaan. Berawal dari rebutan wilayah Serawak atau Sabah, Kalimantan, pada masa kini terus merembet dengan saling klaim kepemilikan tari pendet, angklung, keris, reog Ponorogo, kain batik, lagu kebangsaan, hingga masalah kedaulatan Ambalat. Ajakan “ganyang Malaysia” pun terus bergulir di Tanah Air.
Konflik Timur Tengah tak kalah dahsyat. Konfrontasi Irak-Iran meletus bermula pada bulan September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988. Perang saudara ini disulut ketika Irak pada tahun 1975 melanggar perjanjian perbatasan dengan Iran terkait kedaulatan sungai Shatt al-Arab yang mengalir di perbatasan kedua negara. Ribuan nyawa kaum Muslim melayang. Kerugian materi tak terhitung lagi.
Mesir dan Sudan juga pecah. Mulanya Sudan adalah bagian dari Mesir ketika dipimpin oleh M. Ali Pasha. Lalu terjadia Revolusi (1952) yang dipimpin oleh kelompok Perwira Bebas di Mesir, yang sukses meruntuhkan tahta Raja Mesir. Para penguasa baru Mesir lalu menyepakati Sudan untuk membentuk pemerintahannya sendiri atas campur tangan Inggris. Tak sampai di situ, Sudan robek kembali. Pada 9 Juli 2011, Sudan Selatan resmi menyatakan menjadi satu negara independen pisah dari Republik Sudan. Hingga sekarang, bentrokan perbatasan dan kepentingan ekonomi tetap merupakan masalah-masalah yang sulit diatasi antara Republik Sudan dan Sudan Selatan. Di kawasan ini sampai sekarang masih rentan terjadi peperangan.
Begitu pula antara Pakistan-Bangladesh. Semula mereka adalah hidup dalam satu negara. Namun Pada 1971 terjadi peningkatan ketidakpuasan politik dan nasionalisme budaya di Pakistan Timur. Hal ini menyebabkan adanya operasi penekanan oleh pasukan Pakistan Barat dengan brutal (operasi searchlight). Pakistan Timur, dibantu India, pada akhirnya memisahkan diri dan terbentuklah negara Bangladesh.
Hingga detik ini negeri-negeri di Timur Tengah terus mengalami sengketa. Air pun menjadi rebutan. Negara-negara Lembah Nil yang mencakup Mesir, Sudan, Sudan Selatan, Ethiopia, Uganda, Tanzania, Rwanda, Republik Demokratik Kongo, Kenya dan Burundi, terus bersengketa terkait pemanfaatan sungai Nil.
Ketiga: Memunculkan disintegrasi.
Selain mengakibatkan pecahnya negara-negara di Timur tengah, nasionalisme juga tidak mampu mencegah adanya ancaman disintegrasi, seperti halnya di Indonesia. Ancaman terjadi sejak pasca Kemerdekaan hingga sekarang. Pada tahun 1948, misalnya, sebuah konflik kekerasan terjadi di Jawa Timur. Peristiwa ini diawali dengan adanya proklamasi negara Soviet Republik Indonesia oleh PKI. Di Sumatra sekitar tahun 1950-an muncul pula gerakan separatis PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pimpinan Kolonel Ahmad Husen. Di Sulawesi ada PERMESTA (Piagam Perjuangan Rakyat Semesta) pimpinan D.J Somba dan Kolonel Samual.
Pada masa sekarang, beberapa daerah di Indonesia masih bergolak akibat ketidakpuasan politik dan ekonomi. Hasilnya, Timor-Timur kini tak lagi menjadi bagian dari NKRI. Daerah lain seperti Aceh, Maluku dan Papua masih berpotensi memisahkan diri. Muncul gerakan-gerakan penyeru kemerdekaan yang tetap eksis seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), RMS (Republik Maluku Selatan) dan OPM (Organisasi Papua Merdeka).
Keempat: Melemahkan umat.
Nasionalisme terbukti menghilangkan kepedulian umat sehingga kaum Muslim menjadi lemah. Negeri-negeri Islam menjadi santapan empuk bangsa-bangsa imperialis. Namun, mereka menghadapi persoalan itu hanya dengan sendiri-sendiri. Kesadaran bahwa umat Islam itu ibarat satu tubuh pun telah meluntur. Padahal persaudaraan mereka berjumlah lebih dari satu miliar manusia.
Nasionalisme inilah yang menyebabkan Palestina terus dinistakan oleh bangsa zionis Israel. Kaum zionis tahu, sistem nation-state yang terapkan di negeri-negeri Muslim adalah benteng penghalang umat Islam untuk membantu saudaranya. Sebagai misal, baru-baru ini berita menyedihkan datang dari Mesir. Pasukan Presiden Mursy membanjiri terowongan akses Gaza ke Mesir. Akibatnya, warga kedua wilayah tersebut tidak dapat lagi menyelundupkan makanan dan logistik ke Gaza melalui terowongan yang penuh dengan air. (Hizbut-tahrir.or.id, 27/02).
Demikian pula terjadi dengan saudara-saudara di Irak, Afganistan, Suriah hingga Rohingnya. Para penguasa di negeri Muslim paling banter membela mereka hanya sebatas retorika belaka. Mereka enggan mengirimkan tentaranya untuk mengusir penjajah dan penista. Di sisi lain, sebagian besar umat Islam pun bahkan tidak peduli lagi karena menganggap urusan dalam negeri lebih penting ketimbang mengurusi negara lain.
Pandangan Islam mengenai faham nasionalisme
Berdasarkan uraian fakta sejarah diatas, dapatlah disimpulkan bahwa Faham Nasionalisme adalah Racun yang akan membawa Umat Islam pada jurang perpecahan yang dalam. Islam telah menentang dan mengharamkan ide nasionalisme tersebut bukan hanya karena fakta sejarah Nasionalisme itu merusak. Lebih dari itu secara landasan dalil Nasionalisme haram karena bertentangan dengan prinsip persatuan umat yang diwajibkan oleh Islam. Persatuan umat adalah wajib, sementara perpecahan umat adalah haram.
Kaum muslimin adalah satu kesatuan, yang wajib diikat oleh kesamaan aqidah (iman), bukan oleh kesamaan bangsa.
Allah Shubhanahu waTaála berfirman :
Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara.(Al Hujurat : 13)
Dalam Piagam Madinah (Watsiqoh Al Madinah) disebutkan kewajiban umat untuk menjadi satu kesatuan : Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kitab (perjanjian) dari Muhammad Nabi Shallallahu Álaihi waSallam antara orang-orang mu`min dan muslim dari golongan Quraisy dan Yatsrib. Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu (ummah wahidah), yang berbeda dengan orang-orang lain (Lihat Sirah Ibnu Hisyam, juz 2 hal. 119).
Rasulullah Shallallahu Álaihi waSallam pun telah mengharamkan ikatan ashabiyah, termasuk nasionalisme :
“Bukan termasuk Ummatku orang yang mengajak pada Ashabiyah,dan bukan termasuk ummatku orang yang berperang atas dasar Ashabiyah,dan bukan termasuk ummatku orang yang mati atas dasar Ashabiyah.“(HR.Abu Dawud).
Islam tidak mengenal dengan namanya nasionalisme bahkan paham ini jelas harus dijauhi, tidak boleh diperjuangkan. Paham seperti ini dalam al-quran dikenal dengan ashabiyah. Rasulullah mempersatukan kaum muhajirin dan anshor dengan satu landasan yaitu akidah Islamiyah. Bukan karena landasan nasionalisme atau yg lainya. Rasulullah mengumpamakan kita seperti satu tubuh yang saling melengkapi satu sama lain.
Ketika masyarakat dan negara Islam baru tumbuh di kota Madinah. Dan kedudukan politik dan kekuatan ekonomi mereka menggeser kepentingan dan posisi kaum Yahudi, maka Yahudi membuat makar. Salah seorang tokoh Yahudi yang bernama Syas bin Qais yang sangat benci dengan bersatunya dua suku besar penghuni kota Madinah Aus dan Khazraj dalam ikatan Islam, membuat makar dengan mengirim seorang penyair agar membacakan syair-syair Arab Jahiliyah yang biasa mereka pakai dalam perang Buats. Perang Buats adalah perang yang terjadi selama 120 tahun (Ibnu Ishaq dalam Tafsir Al Mawardi) antara kaum Aus dan Khazraj. Dan selama musim perang tersebut, pihak Yahudilah yang mengambil keuntungan politik maupun ekonominya.
Penyair suruhan Syas berhasil mempengaruhi jiwa sekumpulan kaum Anshar dari kalangan Aus dan Khazraj di suatu tempat di kota Madinah. Syair jahiliyah tersebut mengantarkan mereka kepada perasaan kebanggaan dan kepahlawanan mereka di masa jahiliyah dalam medan perang Buats. Perasaan kebangsaan dan kepahlawanan kaum Aus maupun Khazraj itu memuncak hingga mereka lupa bahwa mereka sesama muslim. Yang Aus merasa Aus dan yang Khazraj merasa Khazraj. Dalam puncak emosi perang itu mereka akhirnya berteriak-teriak histeris ”Senjata-senjata!”.
Dalam situasi kritis itulah, Rasulullah datang bersama pasukan kaum muslimin untuk melerai mereka. Rasulullah Shallallahu Álaihi waSallam bersabda:“Wahai kaum muslimin, apakah karena seruan jahiliyah ini (kalian hendak berperang) padahal aku ada di tengah-tengah kalian. Setelah Allah memberikan hidayah Islam kepada kalian. Dan dengan Islam itu Allah muliakan kalian dan dengan Islam Allah putuskan urusan kalian pada masa jahiliyyah. Dan dengan Islam itu Allah selamatkan kalian dari kekufuran. Dan dengan Islam itu Allah pertautkan hati-hati kalian. Maka kaum Anshar itu segera menyadari bahwa perpecahan mereka itu adalah dari syaithan dan tipuan kaum kafir sehingga mereka menangis dan berpelukan satu sama lain. Lalu mereka berpaling kepada Rasulullah Shallallahu Álaihi waSallam. dengan senantiasa siap mendengar dan taat…” (Sirah Ibnu Hisyam Juz 1/555).
Dan marilah kita memperhatikan firman Allah Shubhanahu WaTa ála : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang ber-saudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran 103).
Demikianlah, telah terungkap dengan jelas apa itu Ide Nasionalisme, dan akibat buruk apa yang telah diderita kaum muslimin dengan faham Nasionalisme tersebut. Kita bisa menyimpulkan bahwa Nasionalisme adalah salah satu ide jahiliyyah yang kufur, kaum muslimin haram mengambil, menerapkan maupun menyebarkan faham ini. Wallahuálam.
Title : Fakta Sejarah Kelam dan Dampak Buruk faham Nasionalisme terhadap Umat Islam
Description : Fakta Sejarah Kelam dan Dampak Buruk faham Nasionalisme terhadap Umat Islam Pertama: Memecah belah umat. Barat menyadari betul, selama umat...
Rating : 5