Kitab Talak
1. Haram
menceraikan wanita yang sedang haid tanpa redanya. Jika suami melanggar, talak
tetap terjadi (sah) namun ia diperintahkan merujuknya kembali
-
Hadis riwayat Ibnu
Umar ra.:
Bahwa Ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid pada masa
Rasulullah saw. Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut kepada
Rasulullah saw., beliau menjawab kepada Umar: Perintahkanlah ia untuk merujuknya
kembali kemudian biarkanlah sampai ia suci, lalu haid lagi, kemudian suci lagi.
Kemudian setelah itu kalau ingin ia dapat menahannya, dan kalau ingin
(menceraikan) ia juga dapat menceraikannya sebelum menyentuhnya. Itulah masa
idah yang diperintahkan oleh Allah Taala bagi wanita yang diceraikan. (Shahih
Muslim No.2675)
2. Wajib
membayar kafarat bagi orang yang mengharamkan istrinya namun ia tidak berniat
mentalak
-
Hadis riwayat Ibnu
Abbas ra.:
Bahwa ia pernah berkata tentang masalah orang yang mengharamkan
istrinya, maka hal itu merupakan sumpah yang harus ia bayar kafaratnya.
Selanjutnya Ibnu Abbas berkata: Sesungguhnya bagi kamu dalam diri Rasulullah
saw. itu telah ada suri teladan yang baik. (Shahih Muslim No.2692)
-
Hadis riwayat
Aisyah ra.:
Bahwa Nabi saw. berada di rumah Zainab binti Jahsy, lalu di sana
beliau meminum madu. Kemudian aku dan Hafshah bersepakat, siapa pun di antara
kami berdua yang ditemui Nabi saw. ia harus mengatakan kepada beliau:
Sesungguhnya aku mencium bau maghafir (pohon bergetah yang rasanya manis tapi
berbau tidak sedap) darimu, apakah engkau telah memakannya? Kemudian beliau
menemui salah seorang dari kami, dan segera melontarkan pertanyaan tersebut
kepada beliau. Beliau menjawab: Tidak! Tetapi aku baru saja meminum madu di
rumah Zainab binti Jahsy. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Maka turunlah
firman Allah: Mengapa kamu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah kepadamu
sampai firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat, yaitu Aisyah ra. dan Hafshah.
Sedang firman Allah: Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada
salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) tentang suatu peristiwa ialah
berkenaan dengan sabda beliau: Melainkan aku baru saja meminum madu. (Shahih
Muslim No.2694)
3. Tentang
memberikan pilihan kepada istri tidak berarti mentalak kecuali dengan
niat
-
Hadis riwayat
Aisyah ra., ia berkata:
Ketika Rasulullah saw. diperintahkan memberikan
pilihan kepada istri-istrinya, beliau memulai dari aku. Beliau berkata: Aku akan
menyampaikan suatu hal kepadamu, dan aku harap kamu tidak perlu tergesa-gesa
mengambil keputusan sebelum kamu meminta pertimbangan kedua orang tuamu. Aisyah
berkata: Padahal beliau telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku tidak akan
memerintahkanku untuk berpisah dengannya. Aisyah berkata lagi: Kemudian beliau
bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman: Hai Nabi, katakanlah
kepada istri-istrimu: Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah (pemberian yang
diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami) dan
aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keredaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala
yang besar. Aisyah berkata: Lalu aku berkata: Jadi tentang soal inikah aku
disuruh untuk meminta pertimbangan kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku
menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan akhirat. Ternyata istri-istri
Rasulullah saw. yang lain juga mengikuti apa yang aku lakukan itu. (Shahih
Muslim No.2696)
-
Hadis riwayat
Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. meminta izin kepada kami pada
giliran hari istri beliau yang lain setelah turun ayat: Kamu boleh menangguhkan
menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh
pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Mu`adzah bertanya kepada Aisyah: Lalu
apa yang kamu katakan jika Rasulullah saw. meminta izinmu? Aisyah berkata: Aku
jawab: Kalau itu giliranku, maka aku tidak akan mengutamakan orang lain atas
diriku. (Shahih Muslim No.2697)
-
Hadis riwayat
Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah memberikan pilihan kepada
kami dan kami tidak menganggap itu sebagai talak. (Shahih Muslim
No.2698)
4. Tentang ila`,
menjauhi istri dan memberikan pilihan kepadanya serta tentang firman Allah
Taala: Dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi
-
Hadis riwayat Umar
bin Khathab ra.:
Ketika Nabi saw. tidak menggauli istri-istrinya, beliau
berkata: Aku memasuki mesjid, lalu aku melihat orang-orang memukulkan tanah
dengan batu-batu kerikil sambil berkata: Rasulullah saw. telah menceraikan
istri-istrinya. Hal itu terjadi sebelum para istri nabi diperintahkan memakai
hijab. Umar berkata: Aku berkata: Aku harus mengetahui kejadian sebenarnya hari
ini! Maka aku mendatangi Aisyah ra. dan bertanya: Wahai putri Abu Bakar, sudah
puaskah kamu menyakiti Rasulullah saw.? Aisyah ra. menjawab: Apa urusanmu
denganku, wahai putra Khathab! Nasihatilah putrimu sendiri! Maka setelah itu aku
langsung menemui Hafshah binti Umar dan aku katakan kepadanya: Wahai Hafshah,
sudah puaskah kamu menyakiti Rasulullah saw.? Demi Allah, sesungguhnya kamu tahu
bahwa Rasulullah saw. tidak menyukaimu. Seandainya bukan karena aku, niscaya
Rasulullah saw. sudah menceraikanmu. Maka menangislah Hafshah sekuat-kuatnya.
Aku bertanya: Di manakah Rasulullah saw. sekarang berada? Ia menjawab: Di
tempatnya di kamar atas. Aku segera masuk, namun ternyata di sana telah berada
Rabah, pelayan Rasulullah saw. yang sedang duduk di ambang pintu kamar atas
sambil menggantungkan kedua kakinya pada tangga kayu yang digunakan Rasulullah
untuk naik-turun. Lalu aku berseru memanggil: Wahai Rabah, mintakan izin untukku
menemui Rasulullah saw.! Kemudian Rabah memandang ke arah kamar Rasulullah saw.
lalu memandangku tanpa berkata apa-apa. Aku berkata lagi: Wahai Rabah, mintakan
izin untukku menemui Rasulullah saw.! Sekali lagi ia hanya memandang ke arah
kamar Rasulullah kemudian ke arahku tanpa berkata apa-apa. Akhirnya aku
mengangkat suara dan berseru: Wahai Rabah, mintakan aku izin untuk menemui
Rasulullah! Aku mengira Rasulullah menyangka aku datang demi kepentingan
Hafshah. Demi Allah, kalau beliau menyuruhku untuk memukul lehernya maka segera
akan aku laksanakan perintah beliau itu. Kemudian aku keraskan lagi suaraku, dan
akhirnya Rabah memberikan isyarat kepadaku supaya menaiki tangga. Aku lalu
segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar.
Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada
sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah
meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke
sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat
satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit
binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata
tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai
putra Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis,
tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang
lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra
(raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah
utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan
seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu
tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka?
Aku menjawab: Tentu saja aku rela. Umar berkata: Ketika aku pertama kali masuk,
aku melihat kemarahan di wajah beliau. Lalu aku tanyakan kepada beliau: Wahai
Rasulullah, apakah yang menyusahkanmu dari urusan istri-istrimu? Jika engkau
ceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah dan seluruh malaikat-Nya akan tetap
bersama engkau begitu juga Jibril, Mikail, aku dan Abu Bakar serta segenap
orang-orang mukmin pun juga tetap bersamamu. Sambil mengucapkan kata-kata itu
aku selalu memuji Allah dan berharap semoga Allah membenarkan ucapan yang aku
lontarkan tadi. Kemudian turunlah ayat takhyir (memberikan pilihan) berikut ini:
Jika Nabi saw. menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti
kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu. Jika kamu berdua
bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan
(begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik, dan selain dari itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya (pula). Pada saat itu Aisyah ra. dan
Hafshah telah bersekongkol terhadap istri-istri Nabi saw. yang lainnya. Aku
katakan kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apakah engkau telah menceraikan
mereka? Beliau menjawab: Tidak. Kemudian aku jelaskan kepada beliau, bahwa
sewaktu aku memasuki mesjid, aku melihat kaum muslimin memukul-mukulkan batu
kerikil ke tanah sambil berkata bahwa Rasulullah saw. telah menceraikan
istri-istrinya. Apakah perlu aku turun untuk memberitahukan mereka bahwa
sebenarnya engkau tidak menceraikan istri-istrimu. Beliau bersabda: Boleh, kalau
memang kamu ingin. Aku masih tetap berbicara dengan beliau sampai akhirnya aku
melihat beliau benar-benar reda dari kemarahannya. Bahkan beliau sudah dapat
tersenyum dan tertawa. Dan Rasulullah saw. adalah orang yang paling indah gigi
serinya. Kemudian Rasulullah turun dan aku pun ikut turun. Aku turun terlebih
dahulu lalu aku pegang erat-erat batang pohon yang digunakan tangga tersebut dan
Rasulullah pun turun seakan-akan beliau jalan di atas tanah dan tidak memegang
apapun dengan tangannya. Aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau berada di dalam kamar itu selama dua puluh sembilan hari.
Beliau bersabda: Sesungguhnya sebulan itu ada yang dua puluh sembilan hari. Lalu
aku berdiri di pintu mesjid sambil berseru dengan suara sekeras-kerasnya:
Rasulullah saw. tidak menceraikan istri-istrinya. Kemudian turunlah ayat: Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
(akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Dan akulah orang
yang ingin mengetahui perkara itu. Maka Allah Taala lalu menurunkan ayat
takhyir. (Shahih Muslim No.2704)
5. Masa idah
wanita yang ditinggal mati suaminya dan wanita lain berakhir dengan kelahiran
bayi
-
Hadis riwayat
Subai`ah ra.:
Umar bin Abdullah menulis sepucuk surat kepada Abdullah bin
`Utbah untuk memberitahukan bahwa Subai`ah telah bercerita kepadanya bahwa ia
pernah menjadi istri Sa`ad bin Khaulah dari Bani Amir bin Luay, yang pernah ikut
dalam perang Badar dan wafat pada waktu haji wada ketika Subai`ah sedang hamil.
Tidak berapa lama setelah kematian suaminya ia pun melahirkan. Setelah bersih
dari nifas, ia lalu berdandan untuk menemui orang-orang yang akan melamarnya.
Kebetulan pada waktu itu seorang lelaki dari Bani Abdud Daar bernama Abu Sanabil
bin Ba`kak datang dan berkata kepada Subai`ah: Bagaimana ini, aku melihat kamu
sudah mulai berdandan, barangkali kamu sudah ingin menikah lagi? Demi Allah,
sesungguhnya kamu belum boleh menikah lagi sampai berlalu masa empat bulan
sepuluh hari. Subai`ah berkata: Ketika mendengar ucapan lelaki itu, segera aku
kumpulkan pakaianku dan pada sore harinya aku pergi menemui Rasulullah saw.
untuk menanyakan masalah tersebut. Rasulullah saw. kemudian memberikan fatwa
kepadaku bahwa aku sudah halal (sempurna idah) sejak aku melahirkan. Beliau
menyuruhku menikah lagi jika aku mau. (Shahih Muslim No.2728)
-
Hadis riwayat Ummu
Salamah ra., ia berkata:
Sesungguhnya Subai`ah Al-Aslamiah bernifas beberapa
malam setelah kematian suaminya. Ketika hal itu dilaporkannya kepada Rasulullah
saw. beliau menyuruhnya untuk menikah lagi. (Shahih Muslim
No.2729)
6. Wanita yang
ditinggal mati suaminya wajib berkabung selama masa idah dan haram selain di
masa idah kecuali tiga hari
-
Hadis riwayat Ummu
Habibah istri Nabi ra.:
Dari Zainab binti Abu Salamah ia berkata: Aku
menemui Ummu habibah istri Nabi ketika ia ditinggal mati ayahnya yaitu Abu
Sufyan. Ummu Habibah meminta diambilkan minyak wangi yang bercampur dengan
minyak wangi kuning atau lainnya. Kemudian ia mengoleskan kepada seorang budak
wanita serta mengusapkan ke kedua pipinya seraya berkata: Demi Allah, sebenarnya
aku tidak memerlukan wewangian ini. Hanya saja aku pernah mendengar Rasulullah
saw. bersabda dari atas mimbar: Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat berkabung atas seorang mayat lebih dari
tiga hari, kecuali karena kematian suami, maka ia harus berkabung selama empat
bulan sepuluh hari. (Shahih Muslim No.2730)
-
Hadis riwayat
Zainab binti Jahsy ra.:
Dari Zainab binti Abu Salamah ia berkata: Aku
menemui Zainab binti Jahsy sewaktu ia ditinggal mati saudara lelaki kandungnya,
lalu ia meminta diambilkan wewangian dan mengoleskannya seraya berkata: Demi
Allah, sebenarnya aku tidak perlu memakai wewangian ini. Namun aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda dari atas mimbar: Tidak halal bagi seorang
wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat berkabung atas seorang mayat
lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, maka ia harus melakukannya
selama empat bulan sepuluh hari. (Shahih Muslim No.2731)
-
Hadis riwayat Ummu
Salamah r. a ia berkata:
Seorang wanita datang menemui Rasulullah saw. dan
bertanya: Wahai Rasulullah, putriku baru saja ditinggal mati suaminya lalu ia
mengeluhkan matanya, apakah kami boleh memakaikannya sifat mata? Rasulullah saw.
menjawab: Tidak (dua atau tiga kali). Lalu beliau bersabda: Ia harus berkabung
selama empat bulan sepuluh hari. Dahulu kebiasaan wanita pada zaman jahiliah
adalah melemparkan kotoran binatang di akhir tahun (untuk menandakan berakhirnya
masa berkabung). (Shahih Muslim No.2732)
-
Hadis riwayat Ummu
`Athiah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak halal bagi seorang wanita
berkabung atas seorang mayat selama lebih dari tiga hari kecuali karena kematian
suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama itu ia tidak boleh
mengenakan pakaian yang dicelup kecuali pakaian yang sangat sederhana. Ia juga
tidak boleh memakai celak mata dan juga tidak boleh memakai wewangian, kecuali
hanya sedikit dari qusth (sejenis cendana yang digunakan untuk membuat asap yang
wangi) atau azhfar (sejenis wewangian). (Shahih Muslim No.2739)