RANGKUMAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
DR.ANDI HAMZAH,SH
BAB I
PENDAHULUAN
- Pengertian
Hukum Pidana
Hukum pidana materiel yang
berarti isi atau substansi hukum pidana itu. Disini hukum pidana bermakna
abstrak atau dalam keadaan diam. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana
bersifat nyata dan konkrit.Disini kita lihat hukum pidana dalam keadaan
bergerak,atau dijalankan atau berada dalam suatu proses.Oleh karena itu disebut
juga hukum acara pidana.
Van
Bemmelen merumuskan sebagai
berikut:
“Ilmu
hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh
negara,karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana”.
Nyatalah
bahwa hukum pidana (Materiel) sebagai substansi yang dijalankan dengan
kata-kata”karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.
Moeljatno,
seorang ahli sarjana hukum pidana Indonesia bahwa hukum pidana Formil adalah
hukumpidana sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara
yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Mentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak
boleh dilarang atau di lakukan dengan tidak di sertai larangan atau sanksi bagi
siapa yang melanggar larangan tersebut.
2. Menetukan kapan dan dalam hal-hal apa pada
mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhkan pidana.
3. Menetukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
- Tempat dan Sifat Hukum Pidana
Adagium bahasa jerman,”Wo Kein Klager Ist,Ist Kein Richter,adalah
jika tidak ada aduan maka tidak ada hakim. Munculah pengertian Hukum publik
termasuk hukum pidana yang utama ialah kepentingan umum, bukanlah orang yang
bertindak jika terjadi pelanggaran hukum tetapi negara melalui alat-alatnyya.yaitu
penjatuhan sanksi berupa pidana atau tindakan. Hukum pidana Formil (Hukum acara
pidana) corak hukum publiknya lebih nyata lagi dari pada hukum pidana materil
karena yang bertindak menyidik dan menuntut adalah alat negara seperit Polisi
atau jaksa jika terjadi pelanggaran hukum pidana.
Menrut Mackay tentang Asas Pokok
pidana adalah : yang dapat dipidana hanya pertama, orang yang melanggar hukum, ini
adalah syarat mutlak (Condotio sine quanon), kedua bahwa perbuatan itu
melanggar hukum ancaman pidana yang berupa Ultimum
remedium setiap orang yang berpikir sehat akan dapat mengerti hal tersebut
tidak berarti bahwa ancaman pidana tidak diadakan dan harus menjaga jangan
sampai terjadi obat yang diberikan terlalu jahat dari pada penyakit
- Pembagian Hukum Pidana Umum dan Khusus
Hukum pidana dapat dibagi atas
hukum pidana di kodefikasikan dan yang tidak di kodefikasikan, artinya yang
dimuat dalam kitab Undang-undang, sedangkan yang tidak dikodefikasikan, yaitu
yang tersebar diluar kodifikasikan dalam perundang-undangan
Tersendiri.
BAB II
SEJARAH SINGKAT
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
A. Zaman
VOC
Di daerah Cirebon berlaku papakeum cirebon yang mendapat pengaruh VOC. Pada tahun 1848
dibentuk lagi Intermaire strafbepalingen. Barulah pada tahun 1866 berlakulah
dua KUHP di Indonesia:
- Het Wetboek van Strafrecht voor Europeanen
(stbl.1866 Nomor 55) yang
berlaku bagi golongan eropa mulai 1 januari 1867. kemudian dengan Ordonasi
tanggal 6 mei 1872 berlaku KUHP untuk golongan Bumiputra dan timur asing.
- Het Wetboek van Strafrecht voor Inlands en
daarmede gelijkgestelde (
Stbl.1872 Nomor 85), mulai berlaku 1 januari 1873.
B. Zaman
Hindia Belanda
Setelah berlakunya KUHP baru di negeri Belanda
pada tahun 1886 dipikirkanlah oleh pemerintahan belanda yaitu 1866 dan 1872
yang banyak persamaanya dengan Code Penal
Perancis, perlu diganti dan disesuaiakan dengan KUHP baru belanda tersebut.
Berdasarkan asas konkordansi (concrodantie)
menurut pasal 75 Regerings Reglement,
dan 131 Indische Staatsgeling. Maka
KUHP di negeri belanda harus diberlakukan pula di daerah jajahan seperti Hindia
Belanda harus dengan penyusaian pada situasi dan kondisi setempat. Semula di
rencanakan tetap adanya dua KUHP, masing-masing untuk golongan Bumiputera yang
baru. Dengan Koninklijik Besluit tanggal
12 April 1898 dibentuklah Rancangan KUHP golongan Eropa. Dengan K.B tanggal 15
Oktober 1995 dan diundangkan pada september 1915 Nomor 732 lahihrlah Wesboek van strafrecht voor Nederlandch
Indie yang baru untuk seluruh golongann penduduk. Dengan Invoringsverordening berlakulah pada
tanggal 1 Januari 1918 WvSI tersebut.
C.
Zaman Pendudukan Jepang
Dibandingkan dengan hukum pidana
materiel, maka hukum acara pidana lebih banyak berubah, karena terjadi
unifikasi acara dan susunan pengadilan. Ini diatur di dalam Osamu Serei Nomor 3 tahun 1942 tanggal
20 sepetember 1942.
D.
Zaman Kermedekaan
Ditentukandi dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1946 terse3but bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang (mulai
1946) pada tanggal 8 Maret 1942 dengan perbagai perubahan dan penambahan yang
diseuakan dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dengan nama Wetboek van Strafrecht voor
Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Stafrecht yang dapat disebut
kitab Undang-undanhg Hukum Pidana (KUHP).
BAB III
TEORI-TEORI TENTANG HUKUM PIDANA
A.
Pengertian
Istilah Hukuman Pidana dalam bahasa Belanda sering disebut yaitu Straf. Hukuman adalah istilah umumuntuk
segala macam sanksi baik perdata, adminstratif, disiplin dan pidana.
Sedangkan dalam arti sempit pidana diartikan
sebagai Hukum pidana.
B. Tujuan Pidana
Dalam Rancangan KUHP Nasional, telah
diatur tentang tujuan penjatuhan pidana,
yaitu:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana menegakan
norma hukum demi pengayoman masyrakat.
2. Mengadakan koerksi terhadap terpidana dan
dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna.
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyrakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana (Pasal
5).
Dalam literatur bahasa inggris tujuan pidana bisa disebutkan sebagai
berikut:
a)
Reformation berarti memperbaiki atau merehabitasi penjahat menjadi orang baik dan
berguna bagi masyrakat.
b)
Restraint maksudnya mengasingkan pelanggaran dari masyarakat, dengan
tersingkirnya pelanggaran hukum dari masyrakat berarti masyrakat itu akan
menjadi lebih aman.
c)
Restribution adalah pembalasan terhadap pelanggaran karena telah melakukan
kejahatan.
d)
Deterrence, adalah menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual
maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk
melakukan kejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
BAB
IV
RUANG
LINGKUP KEKUATAN
BERLAKUNYA
HUKUM PIDANA
A.
ASAS LEGALITAS
Asas ini tercantum didalam pasal
1 ayat 1 KUHP dirumuskan didalam bahasa latin: ”Nullum Delictum nulla poena sine legipoenali” yang artinya. Tidak
ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentua pidana yang mendahuluinya.
Ada kesimpulan dari rumus tersebut:
1) Jika sesuatu perbuatan yang dilarang atau
pengabaian sesuatu yang diharuskan dan diancam dengan pidana, maka perbuatan
atau pengabdian tersebut harusdtercantum
didalam undang-undang.
2) Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, dengan
satu kekecualian yang tercantum didalam pasal 1ayat 2 KUHP.
B.
Penerapan Anologi
Utrecht menarik garis pemisah antara imterprestasi eksetensi dan penerapan
analogi sebagai berikut:
I. Interfrestasi : Menjalankan undang-undangan setelah
undang-undang tersebut dijelaskan.
Anologi : Menjelaskan
suatu perkara dengan tidak menjalankan undang-undanag.
II. Interfrestasi : Menjalankan kaidah yang oleh undang-undang
tidak dinyatakan dengan tegas.
Anologi : Menjalankan
kaidah tersebut untuk menyelsaikan suatu perkara yang tidak disingung oleh
kaidah,tetapi yang mengandung kesamaan dengan perkara yang disinggung oleh
kaidah, tetapi yang mengandung kesamaan dengan perkara yang disinggung kaidah
tersebut.
C.
Hukum Transitoir (Peralihan)
Yang menjadi
masalah dalam hal ini.adalahketentuan perundang-undangan yang mana apakah
ketentuan hukum pidana saja ataukah ketentuan hukum yang lain, masih
dipermasalahkan oleh para pakar sarjana hukum pidana.Menurut Memorie van Toelichting (Memori
penjelasan) WvSN (yang dapat dipakai
oleh KUHP), perubahan perundang-undangan berarti semua ketentuan hukum material
yang secara hukum pidana “Mempengaruhi penilaian perbuatan”.
D.
Berlakunya Hukum Pidana Menurut Ruang Tempat
dan Orang
I.
Asas Teritorialitas atau Wilayah
Asas wilayah atau teritorialitas ini
tercantum didalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi : “peraturan hukum pidana
Indonesia berlaku terhadap tiap-tiap orang yang di dalam nilai Indonesia
melakukan delik (straftbaar feit)
disini berarti bahwa orang yang melakukan delik itu tidak mesti secara fisik
betul-betul berada di Indonesia tetapi deliknya straftbaar feit terjadi di wilayah Indonesia
II.
Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan
Asas ini menentukan bahwa hukum pidana
suatu negara (juga Indonesia) berlaku terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilakukan di luar negeri, jika karena itu kepentingan tertentu terutama
kepentingan negara dilanggar diluar wilayah kekuasaan itu. Asas ini tercantum
didalam pasal 4 ayat 1, 2 dan 4 KUHP. Kemudian asas ini diperluas dengan
undang-undang no. 4 tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan juga oleh pasal 3
undang-undang no. 7 (drt) tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi.
III. Asas
Personalitas atau Asas Nasional Aktif
Inti asas ini tercantum dalam
pasal 5 KUHP, asas personalitas ini diperluas dengan pasal 7 yang disamping
mengandung asas nasionalitas aktif (asas personalitas) juga asas nasional pasif
(asas perlindungan).
IV. Asas
Universalitas
Jenis kejahatan yang diancam pidana
menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja dilihat dari kepentingan Indonesia
tapi kepentingan dunia secara universal kejahatan ini dipandang perlu dicegah
dan diberantas. Demikianlah, sehingga orang jerman menamakan asas ini welrechtsprinhzip (asas hukum dunia)
disini kekuasaan kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada tempat terjadinya
delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.
BAB V
INTERPRESTASI
UNDANG-UNDANG
PIDANA
A. Pentingnya
Interprestasi
Pentingnya interprestasi
undang-undang pidana sehingga rumusan delik yang abstrak dapat diterjemahkan ke
dalam keadaan yang konkrit penafsiran yang paling sesuai dengan ini adalah
penafsiran sosiologis atau sesuai dengan kehidupan masyarakat setempat.
B.
Penemuan Hukum Oleh Hakim Pidana
Khusus Indonesia, pasal 27 UU pokok
kekuasaan kehakiman mengatakan, bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan
wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Dalam hukum perdata dikenal beberapa jenis interprestasi yaitu :
a. Interprestasi menurut tata bahasa
b. Penafsiran historis
c. Penafsiran sistematis
d. Penafsiran sosiologis atau teleologis
C.
Jenis-jenis Interprestasi UU Pidana
1. Interprestasi atau Penafsiran gramatika, artinya
interprestasi ini didasarkan kepada kata-kata undang-undang sudah jelas, maka
harus diterapkan sesuai dengan kata-kata itu walaupun seandainya maksud pembuat
undang-undang lain.
2. Interprestasi Dogmatis ini didasarkan kepada
secara umum suatu aturan pidana. Misalnya Arrest
Hoge Raad 27 juni 1898 yang memutuskan agar semua orang melakukan.
3. Interprestasi histories (Historia legis) Penafsiran ini didasarkan kepada maksud pembuat UU
ketika diciptakan, jadi dapat dilihat pada Notulen rapat-rapat komisi di DPR.
4. Interprestasi Teleologis penafsiran ini
mengenai tujuan UU yaitu jika melampaui kata-kata UU.
5. Interfrestasi Ekstensif, yaitu penafsiran luas
hal ini telah dibicarakan di Bab III, dengan hubunganya dengan analogi. Misalnya
penafsiran “barang” dilputi aliran
listrik, gas, data komputer. Dalam penafsiran otentik didalam buku I RUU KUHP
telah dicantumkan hal ini.
6. Intrefrestasi Rasional (Rationeele Interpretatie).
intreprestasi ini didasarkan kepada ratio atau akal, ini sering munpcul di
dalam hukum perdata.
7. Interprestasi Antisipasi ini didasarkan UU baru yang bahkan belum
berlaku. Sering dipakai dalam hukum perdata belanda berdasarkan BW.
8. Interfrestasi Perbandingan hukum. Interfrestasi
ini didasarkan kepada perbandingan hokum yang berlaku di pelbagi Negara.
9. Interfrestasi Kreatif (Creatieve interpretatie) interfrestasi ini berlawanan dengan
interfrestasi ekstensif, disini rumusan delik dipersempit ruang lingkupnya.
10. Interfrestasi Tradisionalistik, dalam hokum pun
ada tradisi yang kadang-kadang jelas.
11. Interfrestasi Harmonisasi, interfrestasi ini
didasarkan kepada harmonni suatu peratura dengan peraturan yang lebih tinggi.
12. Interfrestasi droktriner ini didasarkan kepada
doktrin yang berdasarkan ilmu hukum pidana.
13. Interfrestasi Sosiologis, yang berdasarkan
dampak waktu. Interfrestasi inilah yang mestinya sering dipeergunakan di Indonesia
agar unifikasi hukum pidana dapat semua golongan etnik yang beraneka ragam.
Bab VI
Perbuatan dan Rumusan Delik
A. Pengertian
Delik
Hukum pidana
belanda memakai istilah Strafbaar feit,
kadang-kadang Delictum. Tetapi di
dalam Negara Anglo-Sexson memakai
istilah Offense yang artinya
perbuatan pidana atau pristiwa pidana di Indonesia meakai juga istilah “Delik”
B.
Rumusan Delik
Simons
merumuskan yang lengkap merupakan :
a. Diancam dengan pidana oleh hukum,
b. Bertentangan dengan hukum,
c. Dilakukan oleh orang yang bersalah,
d. Orang itu bertanggung jawab atas perbuatanya.
C. Perbuatan
dan Rumusan Delik dalam Undang-undang
Code
penal memakai istilah infraction yang
terbagi atas crimes (kejahatan), Delits (Kejahatan ringan). Hukum pidana
Inggris memakai istilah Act dan lawannya Omission. Menurut pendapat penulis,Act
di baca “Tindakan” dan Omission di baca “Pengabaian”.
D. Cara
Merumuskan Delik
Pada
umumnya rumusan suatu delik berisi “Bagian Inti” (Bestand delen) suatu delik. Artinya,
bagian-bagian inti tersebut harus sesuai dengan perbutan yang dilakukan,barulah
seseorang diancam dengan pidana.banyak penulis menyebut ini sebagai unsur
delik.tetapi di sini, tidak dipakai istilah “Unsur Delik’’, misalnya delik
pencurian terdiri dari bagian inti (Bestand delen):
I.
Mengambil
II.
Barang
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
III.
Dengan
maksud memiliki
IV.
Melawan hokum
Didalam rumusan ini terdapat bagian inti
“sengaja’’, karena ada delik menghilangkan nyawa orang lain yang dilakukan
dengan kealpaan (Culpa), yaitu pasal 359 dan 361 KUHP.
E.
Pembagian Delik
Delik itu dapat dibedekan atas pelbagai
pembagaian tertentu, seperti berikut ini:
1. Delik kejahatan dan Delik pelanggaran (Misdrijven en overtredingen).
2. Delik Materiel dan delik Formel (Materiele en fomeledelichten).
3. Delik Komisi dan Delik Omisi (Commissiedelicten en Omissiedelicten).
4. Delik yang berdiri sendiri dan Delik yang
diteruskan (Zelfstandige en voorgezette
delicten).
5. Delik Selesai dan Delik Berlanjut (Aflopende en voortdurende delicten).
6. Delik Tunggal dan delik berangkai (Enkelvoudige en gestelde delicten).
7. Delik Bersahaja dan Delik Berkualifikasi (Eenvoudige en gequalificeerde delicten).
8. Delik Sengaja dan Delik Kelalaian atau Culpa (Doleuse en culpose delicten).
9. Delik Politik dan Delik Komun atau Umum (Politieke
en commune delicten).
10. Delik-delik dapat dibagi juga atas kepentingan
hukum yang dilindungi, seperti delik terhadap keamanan Negara, delik terhadap
orang, delik kesusilan, delik terhadap harta benda dan lain-lain.
11. Untuk Indonesia,menurut Kitab
Undang-undang hukum acara pidana pasal 284, dikenal pula delik umum dan delik
khusus, seperti delik ekonomi, korupsi, subversi, dll.
BAB VII
KESALAHAN
DALAM ARTI LUAS
DAN MELAWAN HUKUM
A.
Sengaja
“Sengaja” (opzet)
berarti De (Bewuste)richting van den wil
op een bepaald misdrijven, ( Kehendak yang disadari yang ditunjukan untuk
melakukan kejahatan tertentu). Kemudian perlu dikemukakan tentang adanya
teori-teori tentang sengaja itu. Pertama-tama ialah yang disebut teori
kehendak. Menurut teori ini,maka “ kehendak” merupakan hakikat sengaja itu. Bantahan
dari teori kehendak adalah teori Membayangkan teori dikemukakan oleh frank dlm
tulisan Uber den Aufbau des
Schulbegriffs, ia mengatakan secara Piskologis, tidak mungkin suatu akibat
dapat dikehendaki.
B. Kelalaian ( Culpa)
Van Hamel membagi Culpa atas dua jenis :
Kurang melihat ke depan yang perlu, kurang
hati-hati
Tetapi Memori mengatakan, bahwa kelalaian
terletak antara sengaja dan kebetulan. Bagaimana pun juga culpa itu dipandang
lebih ringan disbanding sengaja. Dikenal juga di Negara Anglo-Sexson. Disebut
dalam pembunuhan pada pasal 359 KUHP.
C.
Kesalahan dan Pertanggungjawban Pidana
Dalam pengertian hokum pidana dapat disebut
cirri atau unsure kesalahan dalam arti yang, yaitu:
- Dapatnya
dipertanggung jawabkan pembuat
- Tidak
adanya dasar peniadan pidana yang menghapus dapatnya dipertanggung
jawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.
- Adanya
kaitan piskis antara pembuat dan perbuatan yang adanya sengaja atau
kesalahan dalam arti sempit (Culpa).
D.
Melawan Hukum
Melawan hukum Formil diartikan bertentangan
dengan Undang-undang apabila suatu perbutan telah mencocoki rumusan delik, maka
biasanya dikatakan telah melawan hukum secara Formil.
E.
Subsosialitas (subsocialiteit)
Subsosialitas adalah tingkah laku akan penting bagi hukum
pidana jika perbuatan itu mengakibatkan bahaya bagi masyarakat, walaupun bahaya
itu kecil sekali jika tidak ada bahaya demikian, maka unsure subsosialitas
tidak ada.
F.
Taatbestandmassikeit dan Wesenchau
Didalam hukum pidana jerman yang diikiuti Zevenbergen di Negeri belanda, diterima
adanya delik dengan syarat Taat bestandmassikeit,
yang berarti bahwa semua rumusan delik tidak perlu semua bagian inti ada.
Unsar-unsur seperti melawan hukum dan patutnya sesuatu perbuatan pidana
walaupun semua itu dimasukkan sebagai unsur delik. Sebaliknya, di Jerman ajaran
ini diganti oleh Wesenchau pada tahun 1930. ajaran Wesenchau mirip sekali
dengan ajaran melawan hukum yang materiel. Ini adalah bahwa ajaran sekali pun
seuatu perbuatan telah selesai dengan rumusan delik didalam Undang-undang
pidana belumlah otomatis merupakan suatu delik. Perbuatan pada dasarnya “Pada
hakikatnya” merupakan delik sesuai dengan rumusan delik yang dipandang sebagai
delik.
BAB VIII
DASAR PENIADAAN PIDANA
A.
Pengertian
Dua
hal yang perlu dijelaskan disini ialah pertama pengertian pebuatan (fiet) dan putusan yang telah tetap.
Van Hamel menunjukan tiga pengertian perbuatan (Fiet):
1) Perbuatan (fiet)
terjadi kejahatan (delik). Pengertian ini sangat luas, misalnya dalam suatu
kejadian beberapa orang dianiaya, dan apabila dalam suatu penganiayaan
dilakukan pula pencurian, maka tidak mungkin dilakukan pula penuntutan salah
satu dari perbuatan-perbuatan itu kemudian dari yang lain.
2) Perbuatan (fiet)
perbuatan yang didakwakan. Ini terlalu sempit. Vos tidak dapat menerima
pengertian perbuatan (fiet) dalam arti yang kedua ini.
3) Perbuatan (fiet)
perbuatan materil, jadi perbuatan itu terlepas dari akibat. Dengan pengertian
ini maka ketidak pantasan yang ada pada kedua pengertian terdahulu dapat
dihindari.
B.
Pembagian Dasar Peniadaan Pidana
Yang
tercantum didalam undang-undang dapat dibagi lagi atas yang umum (terdapat di
dalam ketentuan umum buku I KUHP) dan berlaku atas rumusan delik. Yang khusus
tercantum di dalam pasal tertentu yang berlaku untuk rumusan-rumumusan delik
itu saja.
Rincian yang umum itu terdapat di dalam:
1. Pasal 44 :
Tidak dapat dipertanggung jawabkan
2. Pasal 48 :
Daya paksa
3. Pasal 49 :
Ayat (1) pembelaan terpaksa
4. Pasal 49 :
Ayat (2) pembelaan terpaksa yang
meliampaui batas.
5. Pasal 50 :
Menjalankan peraturan yang sah
6. Pasal 51 :
Ayat (1) menjalankan perintah jabatan
yang berwenang
7. Pasal 51 : Ayat (2) menjalankan perintha jabatan yang
tdak berwenang jika bawahan itu dengan itiket baik memenadang atasan yang
bersangkutan sebagai berwenang.
C.
Dapat Dipertanggungjawabkan
Praktek di Indonesia mengikuti pengertian luas
tersebut.
1. Kemungkinan menetukan tingkah lakunya dengan
kemauanya
2. Mengerti tujuan nyata perbuatanya.
3. Sadar bahwa perbuatannnn itu tidak diperkenakan
oleh masyarakat>
D.
Daya Paksa
Daya paksa (Overmacht)
tercantum di dalma pasal 48 KUHP. Undang-undang hanya menyebut tentang tidak
dipidana seseorang yang melakukan pebuatan karena dorongan keadan yang memaksa.
E. Pembelaan
Terpaksa
Pembelaan terpaksa ada pada setiap hukum pidana
dan sama usianya dengan hukum pidana itu sendiri. Istilah yang dipakai oleh
Belanda ialah noodweer tidak terdapat
dalam rumusan undang-undang tersebut:
1. Pembelaan itu bersifat terpaksa.
2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain,
kehormatan kesusilan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
3. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang
sangat dekat pada saat itu.
4. Serangan itu melawan hukum.
F.
Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas.
Ada persamaan antara pembelaan terpaksa (noodweer)
dan pembelaan terpaksa melampaui batas yaitu, kedua mensyarakatkan adanya
serangan yang melawan hukum yang dibela juga sama, yaitu tubuh, kehormatan
kesusilan, dan harta benda, baik diri sendiri maupun orang lain.
Perbedaanya ialah:
·
Pada
pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer exces), pembuat melamapaui
batas karena keguncangan jiwa yang hebat, oleh karena itu,
·
Maka
perbuatan itu tetep melawan hukum,hanya orangnya tidak dipidana karena
keguncangan jiwa yang hebat.
·
Lebih
lanjut maka pembelaan terpaksa yang melampui batas menjadi dasar pemaaf, sedangkan
pembelaan terpaksa merupakan dasar pembenaran,karena melawan hukumnya tidak ada
G.
Menjalankan Ketentuan Undang-undang
Sebenarnya setiap perbuatan pemerintah melalui
alat-alatnya dalam menjalankan ketentuan undang-undang adalah sah dan tidak
melawan hukum,asalkan dilakukan dengan sebenarnya dan patut.
H.
Menjalankan Perintah jabatan
Pasal 51 KUHP menyatakan:
- Barangsiapa
melakukan perbuatan untuk melaksankan perintah jabatanyang diberikan
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak
dipidana.
- Perintrah
jabatan tanpa wewenag, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika
yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan
dengan wwenang dan pelaksannya termasuk dalam lingkungan pekerjannya.
BAB IX
TEORI-TEORI TENTANG
SEBAB AKIBAT
A. Pengertian
Setiap peristiwa sosial menimbulkan satu atau
beberapa peristiwa sosial yang lain, demikian seterusnya yang satu mempengaruhi
yang lain sehingga merupakan satu lingkaran sebab akibat. Hal inni disbut
hubungan kasual yang artinya adalah sebab akibat atau kausalitas.
B. Teori-teori Kausalitas
Demikian keanekaragaman hubungan sebab akibat
tersebut kadangkala menimbulkan berbagai permasalahanya yang tidak pasti, oleh
karena tidaklah mudah untuk menentukan mana yang menjadi akibat, terutama
apabila banyak ditemukan faktor berangkaiyang menimbulkan akibat.
Teori yang mengenealisasi dapat dibagi menjadi
3, yaitu:
1.
Teori adaquaat dari Von Kries
Adaequaat artinya adalah sebanding, seimbamg, sepadan. jadi
dikaitkan dengan delik, maka perbuatan harus sepadan, seimbang atau sebanding
dengan akibat yang sebelumnya dapat diramalkan dengan pasti oleh pembuat.
2.
Teori obyektif
Teori Rumeling mengajarkan bahwa yang menjadi
sebab atau akibat adalah faktor obyektif yang diramalkan dari rangkaian faktor2
yang berkaitan dengan terwujudnya delik setelah delik itu terjadi.
3.
Teori adequaat dari Traeger
Menrutnya adalah pada umumnya dapat disadari
sebagai suatu yang mungkin sekali terjadi. Teori tersebut diberi komentar oleh
van Bemmelen bahwa yang disebut dengan ini adalah disadari sebagai sesuatu yang
sangat mungkin dapat terjadi.
Bab X
DASAR
PENIADAAN PENUNTUTAN DAN
PELAKSANANAAN
PIDANA
A.
Dasar Peniadaan Penuntutan
Dasar peniadaan penuntutan terdiri atas:
I.
Tidak ada
pengaduan pada delik aduan
II.
Tidak dua
kali penuntutan atas orang dan perbuatan yang saaaaama tercantum dalam Pasal 76
KUHP.
III. Terdakwa meninggal dunia,tercantum dalam nPasal
77 KUHP
IV. Lewat waktu,tercantum dalam Pasal 78 KUHP.
V. Penyelsaian di luar pengadilan
VI. Terdakwa berumur di bawah 18 tahun
(Undang-undang peradilan anak).
Bab XI
HUKUM PENETENSIER
Dalam
undang-undang di luar KUHP khususnya Undang-undang Nomor 7 (drt) tahun 1995
tentang Tindak Pidana Ekonomi disebut “tindakan tatatertib” yaitu :
a.
Penutupan sebagian atau seluruh perusahaan si
tersangka dimana tindak pidana ekonomi
itu disangka telah dilakukan
b.
Penempatan si tersangka dibawah pengampunan;
c.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tersangka
atau pencabutan seluruh atau sebagian keuntungan yang telah atau dapat
diberikan oleh pemerintah kepada si tersangka berhubungan dengan perusahaan
itu;
d.
Supaya tersangka tidak melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu;
e.
Supaya si tersangka berusaha supaya barang-barang
tersebut dalam pemerintah itu yang dapat disita dikumpulkan dan disimpan di
tempat yang ditunjuk dalam pemerintah itu.
Jenis-jenis
Pidana
a. Pidana Pokok
1.
Pidana Mati
2.
Pidana Penjara
3.
Pidana Kurungan
4.
Pidana Tutupan (KUHP terjemahan BPHN, berdasarkan UU
No. 20 tahun 1946)
b. Pidana Tambahan
1.
Pencabutan hak-hak tertentu
2.
Perampasan barang-barang tertentu
3.
Pengumuman putusan hakim
1.
Pidana Mati
Delik yang diancam
dengan pidana mati di dalam KUHP sudah menjadi 9 buah, yaitu :
1.
Pasal 104 KUHP
2.
Pasal 111 ayat (2) KUHP
3.
Pasal 124 ayat (1) KUHP
4.
Pasal 124 bis KUHP
5.
Pasal 140 ayat (30) KUHP
6.
Pasal 340 KUHP
7.
Pasal 365 ayat (4) KUHP
8.
Pasal 444 k ayat (2) dan pasal 479 o ayat (2) KUHP.
2.
Pidana Penjara
Pidana penjara adalah
bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Tetapi juga berupa
pengasingan, misalnya di Rusia pengasingan Siberia dan juga berupa pembuangan
ke sebrang lautan, misalnya dahulu pembuangan penjahat-penjahat Inggris ke Australia.
3.
Pidana Kurungan
Menurut Vos, pidana
kurungan pada dasarnya mempunyai 2 tujuan. Pertama ialah sebagai custodia honesta untuk delik yang tidak
menyangkut kejahatan kesusilaan yaitu delik-delik culpa dan beberapa delik
dolus, seperti perkelahian satu lawan satu dan pailit sederhana.
Yang kedua sebagai custodia simpleks, suatu perampasan
kemerdekaan untuk delik pelanggaran
4.
Pidana Denda
Pada zaman modern ini
pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau
kejahatan ringan oleh karena itu pula, pidana denda merupakan satu-satunya
pidan ayang dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana.
5.
Pidana Tutupan
Pidana tutupan
disediakan bagi para politis yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh
ideologi yang dianutnya tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini tidak pernah
ketentuan tersebut diterapkan.
Pidana Tambahan
Pidana tambahan disebut dalam pasal 10 KUHP
pada bagian b, yang terdiri dari :
1.
Pencabutan hak-hak tertentu
2.
Perampasan barang-barang tertentu
3.
Pengumuman putusan hakim
c. Tindakan (Maatregel)
Sering dikatakan
berbeda dengan piidana, maka tindakan bertujuan melindungi masyarakat,
sedangkan pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi pada pelaku suatu
perbuatan. Tetapi secara teori, sukar dibedakan dengan cara demikian, karena
pidana pun sering disebut bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan
mamperbaiki terpidana.
d. Pidana Bersyarat
Pidan abersyarat yang
tercatum pada pasal 14 a sampai dengan 14 f KUHP diwarisi dari Belanda tetapi
dengan perkembangan zaman telah terdapat perbedaan atara keduanya. Dalam pidana
bersyarat dikenal syarat umum ialah terpidana bersyarat tidak akan melaksanakan
delik apapun dalam waktu yang ditentukan sedangkan syart khusus akan ditentukan
oleh hakim dan ada juga yang disebut syarat khusus.
e. Pelepasan Bersyarat
Pada pelepasan bersyarat
terpidana harus telah menjalani pidananya paling kurang 2/3 nya. Pelepasan
bersyarat ini tidak inferatif atau otomatis. Dikatakan “dapat” dierikan
pelepasan bersyarat yang dikeluarkan oleh mentri kehakiman.
Dasar-dasar
Hukum Pidana Indonesia
Sistem peradilan
Indonesia berdasarkan
sistem-sistem, undang-undang dan lembaga-lembaga yang diwarisi dari negara
Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia selama kurang lebih tiga
ratus tahun.
Seperti dikatakan oleh Andi Hamzah:
Misalnya Indonesia dan
Malaysia dua bangsa serumpun, tetapi dipisahkan dalam sistem hukumnya oleh
masing-masing penjajah, yaitu Belanda dan Inggris. Akibatnya, meskipun kita
telah mempunyai KUHAP hasil ciptaan bangsa Indonesia sendiri, namun sistem dan
asasnya tetap bertumpu pada sistem Eropa Kontinental (Belanda), sedangkan
Malaysia, Brunei, Singapura bertumpu kepada sistem Anglo Saxon.
Walaupun
bertumpu pada sistem Belanda, hukum pidana Indonesia modern dapat dipisahkan
dalam dua kategori, yaitu hukum pidana acara
dan hukum pidana materiil. Hukum
pidana acara dapat disebut dalam Bahasa Inggris sebagai “procedural law” dan
hukum pidana materiil sebagai “substantive law”. Kedua kategori tersebut dapat
kita temui dalam Kitab masing-masing yaitu, KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berturut-turut.
“’The new draft laws’, atau
RUU KUHP baru itu telah disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa Indonesia
termasuk nilai-nilai agama, nilai adat dan lagi pula disesuaikan dengan Pancasila.”
Namun RUU KUHP
baru memunculkan beberapa hal yang sangat menarik terkait dengan
perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada sistem hukum pidana dan patut
didiskusikan, kenyataannya adalah sampai sekarang RUU tersebut belum
dilaksanakan. Menurut keterangan dari beberapa sumber, RUU tersebut telah
diajukan kepada DPR Jakarta selama kurang lebih dua puluh tahun dan belum dapat
disepakati apalagi disahkan.
Maka dari itu,
untuk sementara KUHAP dan KUHP merupakan undang-undang yang berlaku dan digunakan
oleh lembaga lembaga penegak hukum untuk melaksanakan urusan sehari-hari dalam
menerapkan hukum pidana di Indonesia.
KUHAP (dibedakan
dari KUHP), menentukan prosedur-prosedur yang harus dianut oleh berbagai
lembaga yang terlibat dalam sistem peradilan misalnya hakim, jaksa, polisi dan
lain-lainnya, sedangkan KUHP menentukan pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan yang berlaku dan dapat diselidiki ataupun dituntut oleh
lembaga-lembaga tersebut.
Sebagai contoh
hendaklah kita membaca Pasal 340 dari KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa
orang, sebagai berikut:
Barangsiapa dengan sengaja dan
dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah
melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur
hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Dari Pasal
tersebut dapat kita lihat bahwa isi KUHP adalah persyaratan dan ancaman
(sanksi) substantif yang dapat diterapkan oleh penegak hukum. Sebaliknya KUHAP
menentukan hal-hal yang terkait dengan prosedur; sebagai contoh Pasal 110
tentang peranan polisi dan jaksa:
“Dalam hal penyidik telah
selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara
kepada penuntut umum”.
Dari hasil
wawancara yang dilakukan dengan Bapak Dedy Koesnomo dari Kejaksaan Tinggi,
Propinsi Nusa Tenggara Barat
dapat kita lihat bahwa dalam kenyataan, sebuah hasil penyidikan dalam bentuk
berkas dari pihak kepolisian didahului dengan sebuah Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan atau SPDP. Itulah langkah pertama dari kepolisian untuk
menjalankan sebuah perkara pidana. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah berkas
lengkap yang mengandung semua fakta dan bukti terkait dengan kasusnya. BAP
tersebut akan menyusul SPDP biasanya dalam waktu kurang lebih tiga minggu.
Setelah diterima oleh pihak kejaksaan, (untuk tindak pidana ringan biasanya
pada tingkat kejaksaan negeri) barulah kejaksaan dapat meneliti berkasnya dan
menyatakan jika BAPnya lengkap dan patut dilimpahkan kepada pengadilan, atau
dikembalikan kepada kepolisian disertai petunjuk-petunjuk supaya dapat
diperbaiki dan diserahkan lagi.
Jika sebuah BAP
telah diteliti oleh jaksa dan dinyatakan cukup bukti untuk melimpahkan
perkaranya kepada pengadilan maka pertanggungjawaban untuk kasus tersebut beralih
dari pihak kejaksaan kepada pihak kehakiman dan pengadilan.
Acara
Persidangan Pidana
Ketika sebuah perkara sudah sampai di pengadilan negeri proses
persidangannya adalah sebagai berikut: Penentuan hari sidang dilakukan oleh
hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara. Kejaksaan
bertanggungjawab untuk meyakinkan terdakwa berada di pengadilan pada saat
persidangan akan dimulai. Maka kejaksaan wajib mengurus semua hal terkait
dengan mengangkut terdakwa dari Lembaga Permasyarakatan (penjara) ke
pengadilan, dan sebaliknya pada saat persidangan selesai. Di Pengadilan Negeri
diadakan beberapa ruang tahanan khususnya untuk menahan tahanan sebelum dan
sesudah perkaranya disidang.
Surat dakwaan yang menyatakan tuntutan-tuntutan dari kejaksaan terhadap
terdakwa dibaca oleh jaksa. Pada saat itu terdakwa didudukkan di bagian tengah
ruang persidangan berhadapan dengan hakim. Kedua belah pihak, yaitu Penuntut
Umum (jaksa) dan Penasehat Hukum (pengacara pembela) duduk berhadapan di sisi
kanan dan kiri. Setelah dakwaan dibaca, barulah mulai tahap pemeriksaan saksi.
Terdakwa berpindah dari posisinya di tengah ruangan dan duduk di sebelah
penasehat hukumnya, jika memang dia mempunyai penasehat hukum. Jika tidak ada,
dialah yang menduduki kursi penasehat hukum itu.
Penuntut Umum
akan ditanyai oleh hakim, apakah ada saksi dan berapa saksi yang akan dipanggil
dalam sidang hari itu. Jika, misalnya ada tiga saksi yang akan dipanggil,
mereka bertiga dipanggil oleh jaksa dan duduk di bangku atau kursi berhadapan
dengan hakim; kursi yang sama tadi diduduki oleh terdakwa. Kemudian hakim akan
menyampaikan beberapa pertanyaan kepada saksi masing masing. Yaitu adalah;
nama, tempat kelahiran, umur, bangsa, agama, pekerjaan dan apakah mereka ada
hubungan dengan si terdakwa. Kemudian si saksi sambil berdiri, bersumpah
sekalian dengan kata pengantar sesuai dengan agamanya, kemudian kata-kata
berikut:
“Demi Tuhan saya bersumpah
sebagai saksi saya akan menerangkan dalam perkara ini yang benar dan tidak lain
daripada yang sebenarnya.”
Sambil saksi
bersumpah salah satu Panitera Pengganti akan mengangkat sebuah Al Qur’an atau
Kitab Suci lainnya sesuai dengan agama mereka, di atas kepalanya. Menarik juga
bahwa orang Hindu diberikan dupa yang dipegang sambil bersumpah.
Salah satu
perbedaan terkait dengan hal ini adalah, semua saksi bersumpah pada saat
bersamaan, sedangkan di Australia
setiap saksi akan bersumpah justru sebelum dia akan memberikan keterangan.
Setelah saksinya
bersumpah, maka saksi pertama duduk di bangku di depan hakim, sedangkan yang
lain disuruh untuk keluar dari ruang persidangan. Itulah saatnya pemeriksaan
saksi dimulai oleh Ketua Hakim. Ini juga merupakan salah satu perbedaan besar
di antara sistem persidangan di Australian dan RI. Di Australia peranan hakim
dapat disebut pasif. Padahal hakim di persidangan di Australia agak jarang akan bertanya
langsung kepada saksi. Sebaliknya di RI peranan hakim adalah sangat aktif.
Dialah yang mulai dengan pertanyaannya terhadap saksi. Bolehlah dia berlanjut
dengan proses interogasinya sehingga dia puas dan pertanyaanya habis-habisan.
Setelah hakim selesai dengan pertanyaannya dia memberikan kesempatan kepada
jaksa untuk memeriksa saksi, disusul oleh penasehat hukum.
Pada akhir
pemberian keterangan dari saksi masing masing, si terdakwa akan diberikan
kesempatan untuk menanggapi keterangan tersebut. Dalam perkara yang ditonton
oleh penulis, Hakim akan menyimpulkan keterangan yang telah diberikan dengan
mengatakan misalnya:
“Kita semua telah mendengar
saksi mengatakan bahwa pada tanggal 23 November kemarin dia membeli narkotika
dari anda dalam bentuk dua ‘pocket’ ganja di rumah anda dan anda menerima uang
sebanyak Rp40,000. Bagaimana anda menganggap keterangan itu? Benar atau tidak
benar, setuju atau tidak setuju?”
Kemudian
terdakwa diperbolehkan untuk menyampaikan tanggapannya terhadap keterangan
tersebut. Setelah itu, saksi diminta untuk turun dari kursinya dan duduk di
bagian umum di belakang.
Proses ini
berlanjut sehingga semua saksi dari kejaksaan telah memberikan keterangannya.
Kemudian penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk memanggil saksi yang
mendukung atau membela terdakwa, dengan proses yang sama sebagaimana
digambarkan di atas. Setelah semua saksi memberikan keterangan, tahap
pemeriksaan saksi selesai dan perkara akan ditunda supaya jaksa dapat
mempersiapkan tuntutannya. Tuntutan adalah sebuah rekomendasi dari jaksa
mengenai sanksi yang dimintai dari hakim. “Setelah itu giliran terdakwa atau
penasehat hukumnya membacakan pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut
umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya mendapat giliran
terakhir.”
Jika acara
tersebut sudah selesai, ketua majelis menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan
ditutup. Setelah itu para hakim harus mengambil keputusan. Keputusannya dapat
dijatuhkan pada hari itu juga atau hari lain, setelah dilakukan musyawarah
terakhir diantara para hakim. Jika dalam musyawarah tersebut para hakim tidak
dapat mencapai kesepakatan, keputusan dapat diambil dengan cara suara terbanyak.
Oleh sebab itu selalu diharuskan jumlah hakim yang ganjil, yaitu tiga, lima ataupun tujuh hakim.
Keputusan para hakim ada tiga alternatif:
1.
Perkara terbukti – terdakwa
dihukum
2.
Perkara tidak terbukti –
terdakwa dibebaskan
3.
Perbuatan terbukti tetapi tidak
perbuatan pidana – terdakwa dilepas dari segala tuntutan (Onslag).
Berdasarkan
teori pembuktian undang undang secara negatif, keputusan para hakim dalam suatu
perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat bukti. Pasal 183
KUHAP berbunyi sebagai berikut:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya.”
Lima kategori alat bukti tersebut adalah:
a.
keterangan saksi
b.
keterangan ahli
c.
surat
d.
petunjuk
e.
keterangan terdakwa
Setelah
memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal sanksinya,
berdasarkan tuntutan dari jaksa dan anggapannya sendiri terhadap terdakwa.
Tergantung pendapatnya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih ringan
ataupun lebih berat daripada tuntutan jaksa.
“Hakim harus menilai semua
fakta-fakta. Misalnya dalam perkara pencurian, perbuatannya mungkin terbukti,
tetapi hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak melakukannya untuk berfoya-foya, melainkan
untuk anaknya yang sakit. Kalau begitu, dapat dia ringankan tuntutan dari
Jaksa, misalnya dari sepuluh bulan, menjadi delapan bulan. Lagi pula hakim
dapat melebihi tuntutan dari jaksa...semuanya tergantung perbedaan persepsi.”
Demikianlah
prosesnya hukum acara pidana secara garis besar sehingga terdakwa dibuktikan
bersalah atau tidak bersalah. Jika memang ia terbukti bersalah, apalagi
dijatuhkan hukuman penjara maka ia akan dibawa ke Lembaga Permasyarakatan untuk
menjalani hukumannya.
Proses
Pelaksanaan Sanksi Pidana
- PROSES
PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN
Setelah pemeriksaan di tingkat kepolisian/ penyidik dirasa lengkap, kasus
dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan proses penuntutan.
Pelimpahan perkara dilengkapi dengan berkas perkara, tersangka dan alat bukti
lainnya.
Apabila dalam waktu 7 hari tidak ada pemberitahuan dari kejaksaan, maka berkas
dinyatakan P-21 dan siap dilakukan penuntutan. Akan tetapi jika berkas dirasa kurang
lengkap, maka berkas dikembalikan dengan dilengkapi saran tentang kekurangan.
Penyidik diberikan waktu selama 14 hari untuk melengkapi berkas, jika melewati
batas waktu itu,penyidikan dapat dihentikan.
Surat dakwaan adalah suatu akta yang memuat rumusan tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan
penyidikan dan merupakan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di persidangan (M.
Yahya Harahap; 1993:414-415)
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENYUSUN SURAT DAKWAAN
Sesuai dengan BAP-
Menjadi dasar hakim-
Bersifat sempurna dan mandiri-
SYARAT-SYARAT DAKWAAN
1. Syarat Formil
Identitas terdakwa (143 ayat (2) KUHAP), nama lengkap, tepat lahir,- umur/ tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan tersangka.
Tanggal dibuat-
Tandatangan PU-
2. Syarat Materiil
Dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa (143 (2) huruf b)-
Disebutkan locus dan tempus delictie-
SIFAT SEMPURNA SURAT DAKWAAN
Dapat Dibatalkan
Jika syarat formil tidak dipenuhi
Batal Demi Hukum
Jika syarat materiil tidak dipenuhi
Dianggap tidak memenuhi syarat materiil jika:
Dakwaan kabur (obscuur libelen)-
dianggap kabur karena unsur-unsur tindak pidana tidak diuraikan atau terjadi
percampuran unsur tindak pidana
Berisi pertentangan antara satu dengan
yang lainnya-
terdakwa didakwa turut serta (medepleger) dan turut membantu (medeplecteheid)
BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN
1.
Tunggal (satu perbuatan saja)
misalnya pencurian biasa (362 KUHP)
2.
Alternatif saling mengecualikan
antara satu dengan yang lainnya, ditandai dengan kata “ATAU”.isalnya pencurian
biasa (362 KUHP) atau penadahan (480 KUHP) Alternatif bukan kejahatan perbarengan.
3. Subsidair diurutkan mulai dari yang paling berat sampai
dengan yang paling ringan digunakan dalam TP yang berakibat peristiwa yang
diatur dalam pasal lain dalam KUHP. contoh. Lazimnya untuk pembunuhan berencana
menggunakan paket dakwaan- primer:
340, subsidair: 338, lebih subsidair: 355, lebih subsidair lagi 353.
4. Kumulatif
141 KUHAP:
Beberapa tindak pidana dilakukan satu
orang sama-
Beberapa tindak pidana yang bersangkut
paut-
Beberapa tindak pidana yang tidak
bersangkutan-
Bentuk dakwaan Kumulatif
1. Berhubungan dengan concursus idealis/ endaadse samenloop
perbuatan dengan diancam lebih dari satu ancaman pidana. (63 (1)KUHP)
misal: pengendara mobil menabrak pengendara sepeda motor berboncengan satu
meninggal (359) dan satu luka berat (360)
2.
Berhubungan dengan perbuatan
berlanjut (vorgezette handeling) Perbuatan pidana yang dilakukan lebih dari
satu kali misal perkosaan terhadap anak dibawah umur (287) dilakukan secara
berlanjut (64 (1) KUHP)
3.
Berhubungan dengan concursus
realis/ meerdadse samenloop (65 KUHP)
melakukan beberapa tindak pidana-
Pidana pokoknya sejenis-
Pidana pokoknya tidak sejenis-
Concursus kejahatan dan pelanggaran-
Gabungan antara alternatif dan subsidair-
misal: pembunuhan berencana (340)
ketahuan orang sehingga membunuh- orang
tersebut (339), mengambil kendaraan orang yang dibunuh tersebut (362)
4.
Gabungan TP khusus dan TP umum.
Kumulatif penganiayaan dan KDRT.
PROSES
PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN
A. VOEGING
Voeging adalah penggabungan berkas perkara dalam melakukan penuntutan, dan
dapat dilakukan jika (pasal 141 KUHAP):
a. beberapa
tindak pidana;
b. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang atau lebih;
c. belum diperiksa dan akan diperiksa bersama.
B. SPLITSING
Selain penggabungan perkara, PU juga memiliki hak untuk melakukan penuntutan
dengan jalan pemisahan perkara (142 KUHAP). Splitsing dilakukan dengan membuat
berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi. Hal ini
dilakukan untuk menguatkan dakwaan PU.
Dalam perkembangannya, penuntutan dapat dihentikan oleh JPU dengan beberapa
pertimbangan. Pertimbangan yang dimaksud adalah sesuai dengan bunyi pasal 140
ayat (2) KUHAP, yaitu:
karena tidak cukup bukti-
peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana-
perkara ditutup demi hukum-
2. PROSES PEMERIKSAAN DI
PERSIDANGAN JENIS-JENIS ACARA PEMERIKSAAN
A. Acara Pemeriksaan Biasa (152-202 KUHAP)
B. Acara
Pemeriksan Singkat/ sumir (203 KUHAP), kategorinya untuk perkara pelanggaran
non pasal 205 KUHAP.
C. Acara Pemeriksan Cepat/ Roll
biasanya berhubungan dengan TP ringan dan Pelanggaran lalu lintas. (205 KUHAP).
Kategorinya adalah pidana kurungan paling lama 3 bulan dan denda
sebanyak-banyaknya Rp. 7500,-. Perbedaan mendasar antara acara pemeriksaan
singkat dan cepat adalah, untuk acara pemeriksaan singkat tetap menggunakan JPU
sedangkan acara pemeriksaan cepat langsung penyidik dengan hakim tunggal.
PRINSIP PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
Terbuka untuk umum kecuali kesusilaan
dan anak-
TP khusus dimungkinkan secara Inabsentia
(pasal 154 ayat (4) KUHAP)-
Pemeriksaan secara langsung dan lisan-
Berjalan secara bebas tanpa adanya
intervensi-
TAHAPAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN SIDANG PERTAMA
Pemeriksaan Identitas Terdakwa (155)-
Memperingatkan terdakwa untuk
memperhatikan dan memberikan nasihat (155)-
Pembacaan Surat Dakwaan-
Menanyakan apakah terdakwa mengerti isi
dakwaan-
Hak mengajukan Eksepsi/ keberatan-
EKSEPSI
Eksepsi adalah keberatan terdakwa atau penasihat hukumnya atas dakwaan PU.
Dasar alasan eksepsi:
1. PN tidak berwenang mengadili
KEWENANGAN MENGADILI
A. KOMPETENSI ABSOLUT
Kewenangan mutlak yang dimiliki oleh pengadilan dalam mengadili perkara
berhubungan dengan jenis perkara. PN, PA, PTUN dan PM
B. KOMPETENSI RELATIF
Kewenangan relatf yang dimiliki oleh lembaga pengadilan sederajat dalam hal
daerah hukum.
1. Dakwaan tidak dapat diterima Ne bis
in idem-
Daluwarsa-
2. Meminta surat dakwaan dibatalkan
3. Surat dakwaan diubah tanpa pemberitahuan
C. Dakwaan atau salinan surat dakwaan harus diterima oleh terdakwa/
penasihat hukumnya paling lambat 7 hari sebelum sidang. Surat dakwaan dapat
diubah dengan ketentuan (144 KUHAP):
a. 7 hari sebelum siding
b. perubahan hanya satu kali
c. salinan perubahan harus diberikan kepada terdakwa/
penasihat hukumnya.
SIDANG LANJUTAN
Jawaban atas keberatan terdakwa oleh PU-
Putusan sela atas eksepsi-
Putusan sela berisi tentang:
a. eksepsi diterima, maka persidangan dihentikan
b. eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan.
Terhadap putusan sela dapat dilakukan upaya hukum yang disebut dengan VERZET atau
perlawanan. Perlawanan diajukan setelah putusan pemidanaan.
MACAM-MACAM ALAT BUKTI:
Menurut pasal 184 KUHAP :
1. Keterangan saksi
Menjadi saksi adalah kewajiban semua
orang, kecuali dikecualikan oleh UU.-
Menghindar sebagai saksi dapat dikenakan
pidana (Penjelasan pasal 159 (2) KUHAP)-
KETENTUAN SEBAGAI SAKSI (185 KUHAP):
Melihat sendiri-
Mengalami sendiri-
Mendengar sendiri-
Bukan anggota keluarga terdakwa sampai
derajat ketiga, keluarga ayah atau ibu, suami/istri (walaupun sudah cerai)-
Karena jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia-
TATA CARA PEMERIKSAAN SAKSI
Saksi dipanggil satu persatu menurut
urutan sebaiknya o/ hakim. Korban first. (160 (1)-
Memeriksa identitas-
Saksi wajib mengucapkan sumpah (160 ),
di dalam sidang/ diluar (233). Tidak sumpah = sandera/ dianggap keterangan
biasa (161)-
Keterangan berbeda dengan BAP. Hakim
wajib mengingatkan (163)-
Terdakwa dapat membantah atau
membenarkan keterangan saksi (164(1)-
Kesempatan mengajukan pertanyaan (164)-
Larangan mengajukan pertanyaan yang
bersifat menjerat (166)-
Saksi tetap dihadirkan di sidang (167)
atau ditentukan lain (172)-
Pemeriksaan saksi tanpa hadirnya
terdakwa (173)-
SYARAT SAH KETERANGAN SAKSI SEBAGAI ALAT BUKTI
Disumpah-
Mengenai perkara yang dilihat, didengar,
dialami serta alasan pengetahuannya.-
Harus didukung alat bukti lainnya-
Persesuaian antara keterangan dengan
lainnya-
2. Keterangan ahli
Keterangan ahli adalah apa yang seseorang ahli nyatakan dalam sidang pengadilan
(186 KUHAP)
Keterangan ahli dapat berupa keterangan lisan dan dapat juga berupa surat
(visum et repertum yang dijelaskan oleh seorang ahli)
3. Surat
Prof.
Pitlo, Surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang
menerjemahkan suatu isi pikiran.
Menurut pasal 187 KUHAP yang termasuk surat adalah:
a. Berita acara dan surat resmi lainnya yang dibuat oleh pejabat umum
b. Surat keterangan dari seorang ahli
c. Surat lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana
4. Petunjuk
Petunjuk
adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (188)
Petunjuk hanya diperoleh dari :
a. Keterangan saksi
b. Surat
c. Keterangan terdakwa
5. Keterangan terdakwa
Keterangan
terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia
lakukan sendiri atau ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri (189)
Prinsip keterangan terdakwa
a.
Tidak mengajukan pertanyaan
yang bersifat menjerat (pasal 166 KUHAP)
b. KUHAP tidak
menganut asas The Right to Remain in Silence (Pasal 175 KUHAP)
Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan, hakim
ketua sidang menganjurkan untuk menjawab Sebelum berlakunya pasal ini, alat
bukti yang ada dalam Nederland Sv pasal 339 adalah:
1. Eigen Waarneming van de rechter (pengamatan sendiri oleh hakim)
2. Verklaring van de verdachte (keterangan terdakwa)
3. Verklaringen van een getuige (keterangan seorang saksi)
4. Verklaringen van een deskundige (keterangan seorang ahli)
5. Schriftelijke bescheiden (surat-surat)
Sedangkan pada masa HIR, alat buktinya adalah (295 HIR):
1. Kesaksian-kesaksian
2. Surat-surat
3. Pengakuan
4. Isyarat-isyarat/ petunjuk
KEKUATAN PEMBUKTIAN
·
Urutan dalam pasal 184 KUHAP
bukan merupakan urutan kekuatan pembuktian.
·
Kekuatan pembuktian terletak
dalam pasal 183 KUHAP dengan asas Unus testis nullus testis
·
Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim.
PEMBAHARUAN ALAT BUKTI DALAM KUHAP
a.
Saksi ahli perlu ada
standarisasi seperti apa ahli itu. Contoh kasus Tjandra Sugiono, Mas Wigantoro
ahli dalam bidang telematika ditolak sebagai ahli karena tidak bisa menunjukkan
sertifikat ahlinya, sedangkan Prof. Loebby Loqman dapat sebagai ahli tanpa
pengesahan.
b.
Alat bukti surat perlu diubah
menjadi dokumen (UU pembuktian Malaysia: luas termasuk kaset dan video)
c.
Petunjuk: Belanda mengenal
eigen waarneming van de rechter sedangkan Amerika mengenal judicial notice yang
artinya pengamatan hakim. Prinsipnya sama ditambah dengan pengakuan barang
bukti.
Pembacaan tuntutan oleh PU-
Berbeda dengan surat dakwaan, surat tuntutan adalah sebuah nota atau surat yang
disusun berdasarkan fakta yang diperoleh dari pemeriksaan persidangan, sehingga
dasar tuntutan pidana sesungguhnya merupakan kesimpulan yang diambil oleh
penuntut umum terhadap fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
ISI TUNTUTAN PIDANA
Tuntutan pidana secara garis besar harus memuat:
a. surat dakwaan
b. pemeriksaan di persidangan (pemeriksaan alat bukti)
c. fakta-fakta persidangan
d. pembuktian
e. tuntutan pidana
Pembelaan (pledooi)
Pledooi
adalah pembelaan yang bersifat lisan atau tertulis baik dari terdakwa maupun
dari penasihat hukumnya berkenaan dengan tuntutan PU Pledooi bisa dijawab oleh PU disebut dengan
REPLIK dan bisa dijawab untuk satu kali lagi oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya disebut DUPLIK
Replik dan duplik-
Musyawarah hakim-
TEORI PEMBUKTIAN
1. Conviction-in time (berdasarkan keyakinan hakim saja)
2. Conviction-rasionee (keyakinan didukung oleh alasan yang jelas)
3. Menurut UU secara positif
Sistem bebas-
Sistem positif-
Sistem negatif
(gabungan)-
4.
Berdasarkan UU secara negatif (keyakinan dan alasan yang logis)
5. KUHAP (sistem negatif)
Putusan Pengadilan :
Putusan
pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini. (pasal 1
butir 11 KUHAP)
JENIS-JENIS PUTUSAN
1.
Putusan bebas (Vrijspraak) pasal 191 (1) KUHAP
Tidak
terbukti adanya kesalahan-
Tidak adanya 2 alat bukti-
Tidak adanya keyakinan hakim-
Tidak terpenuhinya unsur tindak pidana-
2. Putusan Lepas
dari segala tuntutan hukum (onslaag van alle) pasal 191 (2) KUHAP.
Terbukti tetapi bukan tindak pidana-
Adanya alasan pemaaf, pembenar atau
keadaan darurat-
Putusan Pemidanaan
Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah
memperoleh keyakinan, bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia
menganggap bahwa perbuatan dan terdakwa dapat dipidana
Memberitahukan kepada terdakwa bahwa memiliki hak
untuk menerima, pikir-pikir atau banding.
2.
UPAYA HUKUM
1. Biasa
Verzet (upaya hukum terhadap putusan
eksepsi)-
Banding (upaya hukum terhadap putusan
pemidanaan)-
Upaya banding dapat diajukan oleh terdakwa/penasihat hukumnya atau
oleh PU karena tidak puas dengan putusan PN. Tidak ada pengaturan yang jelas
mengenai alasan pengajuan banding.
Pengecualian banding:
a. Putusan bebas
b. Lepas dari
segala tuntutan hukum berkenaan dengan kurang tepatnya penerapan hokum
c. Putusan dalam
acara cepat
Kasasi-
Menurut perundang-undangan Belanda ada tiga alasan pengajuan kasasi:
a. Terdapat kelalaian dalam hukum acara (vormverzuim)
b. Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan
c. Tidak melaksanakan cara melakukan peradilan sesuai undang-undang
2. Luar Biasa
Kasasi demi kepentingan hokum
Kasasi demi kepentingan hukum hanya diajukan oleh Jaksa Agung demi
kepentingan hukum dan tidak merugikan pihak manapun. (259 KUHAP)
Peninjauan Kembal.
Permintaan PK dapat dilakukan dengan dasar alasan:
a.
Keadaan baru (Novum) yang
seandainya keadaan itu diketahui pada saat sidang berlangsung dapat menjatuhkan
putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau meringankan terdakwa.
b.
Adanya pertentangan alasan
antara putusan satu dengan yang lainnya
c.
Kekhilafan hakim atau
kekeliruan yang nyata
4. PELAKSANAAN
PUTUSAN PENGADILAN
(EXECUTIE) KUHAP mengatur pelaksanaan putusan
pengadilan pasal 270 – 276:
Putusan pengadilan dilakukan oleh Jaksa-
Pidana mati-
Pidana berturut-turut-
Pidana- denda
Pengaturan barang bukti yang dirampas
oleh negara-
Ganti kerugian-
Biaya perkara-
Pidana bersyarat-
HAWASMAT
Pengawasan dan pengamatan putusan
pengadilan dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat.-
Perancis menyebutnya sebagai Juge de l’
application des peines (1959)-
Belanda menyebutnya sebagai Executie
rechter