Silsilah Hadits-Hadits Dha’if Pilihan-8 (Melihat Aurat Isteri
Waktu Jima’) [Karya Syaikh Al-Albani]Jumat, 29 Juni
07
MUKADDIMAH
Sering kita dengar obrolan di
kalangan orang-orang awam yang terkesan hanya menyampaikan apa yang pernah
mereka dengar, tanpa mengetahuinya secara pasti. Dan memang, realitasnya, sering
pula sebagian para penceramah di acara-cara tertentu bila menyinggung masalah
pernikahan, mengatakan bahwa melihat aurat isteri ketika bersetubuh tidak
dibolehkan, bahkan ada yang mengatakan haram.!
Untuk mengetahui lebih jauh
kepastiannya, bagaimana teks haditsnya dan bagaimana kualitasnya, silahkan simak
kajian berikut.!!
TEKS HADITS
إَذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَارِيَتَهُ،
فَلاَ يَنْظُرْ إِلَى فَرْجِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ اْلعَمَى
[Jika salah seorang di antara kamu menyetubuhi isteri
atau budaknya, maka janganlah ia memandang/melihat farji (kemaluan)-nya, sebab
hal itu dapat menyebabkan kebutaan]
KUALITAS HADITS
Ini adalah hadits MAUDHU’ (PALSU), dikeluarkan oleh Ibn al-Jauzi di
dalam al-Maudhu’at (II/1), dari Hisyam bin Khalid, (ia berkata) Baqiyyah
menceritakan kepada kami, dari Ibn Juraij, dari ‘Atha’, dari Ibn ‘Abbas secara
Marfu’. Kemudian Ibn al-Jauzi berkata, “Ibn Hibban mengatakan, ‘Baqiyyah
meriwayatkan dari para pendusta dan memanipulasi… Ini adalah Maudhu’.”
Dalam hal ini, setelah menyebutkan ‘illat-‘illat (cacat- cacat) sisi
periwayatan hadits ini, mengomentari pendapat Ibn ash-Shalah yang memandang
sanadnya baik, Syaikh al-Albani mengatakan bahwa apa yang dikatakannya ini tidak
tepat. Ibn ash-Shalah, menurut al-Albani, hanya terbuai dengan zhahir hadits
sementara tidak memperhatikan ‘illat yang demikian detail yang diingatkan oleh
Imam Abu Hatim.
Syaikh al-Albani, di akhir komentarnya menyatakan bahwa
melalu pengamatan yang benar, maka jelas sekali menunjukkan kebatilan hadits
ini, sebab -kata beliau- pengharaman memandang/melihat dalam hal jima’
(bersetubuh) hanyalah dalam rangka pengharaman terhadap wasa’il
(sarana-sarana)-nya. Bilamana Allah telah membolehkan bagi suami untuk
menyetubuhi isterinya, maka apakah masuk akal Dia melarangnya (sang suami)
memandang/melihat farjinya.?! Tentu saja tidak! Hal ini didukung oleh hadits
shahih, di antaranya dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Aku pernah mandi bersama
Rasulullah SAW dalam satu bejana, antara diriku dan dia, lalu ia mendahuluiku
(mengambil ciduk) hingga aku mengatakan, ‘biarkan aku! Biarkan aku!.’”
(Dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim, serta perawi lainnya).
Dalam
hadits ini, yang nampak adalah bolehnya memandang/melihat. Hal ini juga didukung
oleh riwayat Ibn Hibban, dari jalur Sulaiman bin Musa, bahwa ia ditanyai tentang
seorang laki-laki (suami) yang melihat farji isterinya.? Maka ia berkata, ‘Aku
pernah bertanya kepada ‘Atha’, maka ia mengatakan, ‘aku pernah bertanya kepada
‘Aisyah, lalu ia menyebutkan hadits tadi.”
Ibn Hajar dalam Fathul
Bari (I/290) mengatakan, “(Hadits) ini merupakan Nash (teks) mengenai
bolehnya suami melihat/memandang aurat isterinya, demikian pula sebaliknya.”
Bilamana hal ini sudah jelas, maka tentu tidak ada gunanya perbedaan
antara melihat ketika mandi atau pun sedang berjima’ (bersetubuh), sehingga
terbukti sekali kebatilan hadits ini (hadits di atas-red).”
SUMBER:
Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah Wa al-Maudhu’ah karya Syaikh al-Albani,
Nomor Hadits, 195, Jld.I, hal.351-354 dengan sedikit diringkas.